SEJARAH DESA KAYUPUTIH
KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI
Zaman Prasejarah
Desa Kayuputih telah ada sejak zaman prasejarah, ini dapat dilihat
dari peninggalan-peninggalan yang terdapat dipusat pemukiman penduduk berupa:
Sarkopagus/peti mayat yang terbuat dari Batu Padas berbatuan. Sarkopagus/peti
mayat ditemukan oleh masyarakat pada waktu sedang membangun rumah. Jumlah
Sarkopagus yang ditemukan dirumah-rumah penduduk kurang lebih 9 buah yang utuh
berjumlah 1 (satu) dan yang pecah-pecah terdiri dari 8 (Delapan) buah. Selain
Sarkopagus juga terdapat peninggalan 1 (satu) buah pura Munduk Duwur, dipura
ini terdapat: ponjokan-ponjokan batu (Bebaturan) yang dipercayai sebagai
kepercayaan leluhur pada zaman Bali Kuno.
Zaman Sejarah
Desa Kayuputih setelah zaman prasejarah telah masuk juga
pakar-pakar kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, melalui patung Siwa
Pasupata, ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan antara
lain:
* Dipura Bale Agung:
Terdapat juga Palus yang bentuknya disamakan menyerupai alat
kelamin laki-laki yang terbuat dari batu Andasit yang oleh masyarakat
pengungsungan disebut: I Dewa Gede Celak Contong sebagai pemangkunya adalah
Kubayan dan dijeroan terdapat patung tera kota yang terbuat dari tanah liat
yang dibakar, menyerupai seorang ibu yang sedang menyusui anaknya, dan tangan
menyentuh Ibu Pertiwi (Bumi)
* Dipura Puseh:
Terdapat
sebuah Dacin atau Timbangan dalam bentuk batu besar yang bentuknya bulat yang diyakini sebagai simbol keadilan.
* Dipura Bencingah:
* Dipura Taman Suci(Pancake Tirta)
Di Pura ini terdapat sebuah batu yang
sangat mirip dengan Bentuk Pulau Bali yang ada di Peta.
* Dipura Munduk Duwur:
Dipura Munduk Duwur juga terdapat peninggalan berupa: Lingga Yoni,
Stupa Budha, dan ada juga 2 (dua) buah patung kecil sebagai penjaga berupa kuda
laki dan kuda betina yang terbuat dari batu Andasit. Juga terdapat sebuah Batu
Mekocok. Peninggalan-peninggalan Arkeologis tersebut hanya terdapat di Pura
Bale Agung,Pura Puseh dan di Pura Munduk Duwur, disamping pura tersebut di Desa
Kayuputih terdapat Pura-pura sebagai berikut:
- Pura Kangin
- Pura Dalem
- Pura Prajapati
- Pura Kawuh/Lawangan
Agung
- Pura Gunung Anyar
- Pura Ulun Suwi
- Pura Pesiraman
- Pura Pejenengan
Desa
- Pura Pejenengan
Sakti
- Pura Agung
- Pura Pemaksan
- Pura Arak Api
- Pura Taman Ireng
- Pura Kayoan Sambong
- Pura Agung
Zaman Kerajaan Ki Barak Panji Sakti
Tersebutlah dalam Babad Brahmana Kemenuh bahwa di Desa Kayuputih
meliputi Banyuasrep (Desa Banyuatis) yang memegang pemerintahan adalah Ki Pasek
Gobleg sebagai prajuru (Akuwu) Ki Barak Panji Sakti adalah Raja Buleleng dan
Beliau mempunyai seorang Bagawanta yang dulunya bernama Ida Pedanda Made
Kemenuh yang bergelar Dhanghyang Wiraga Sandhi yang berstana di Taru Pinge
(Kayuputih) yang rencananya kembali pulang ke Jawa Dwipa (Pulau Jawa),
perjalanan dari dari Gelgel rencana ke Jawa Dwipa dikarenakan di Gelgel terjadi
kesalah pahaman DhangHyang Wiraga Sandhi dengan kerajaan Gelgel. Perjalanan
pulang ke Jawa Dwipa melalui Den Bukit (Buleleng), melintasi jalan dan bukit
(diatas Danau Buyan dan Tamblingan) dan setelah tiba Desa Taru Pinge bertemu
dengan Ki Pasek Gobleg. Ki Pasek Gobleg bertanya kepada Dhang Hyang Wiraga
Sandhi “mau kemana perjalanan paduka?” Beliau menjawab,” Bahwa saya mau pulang
ke Jawa Dwipa”, mendengar pendeta mau pulang ke Jawa, ada keinginan Ki Pasek
Gobleg untuk meminta kepada Pendeta agar mau tinggal di Tari Pinge untuk
melaksanaka catur Asrama di Kayuputih, permintaan keinginan Ki Pasek Goblek
belum bisa diterima oleh Raja Buleleng (Ki Barak Panji Sakti) karena Raja
Buleleng belum menyetujui keinginan Ki Pasek Gobleg. Mendengar jawaban pendeta
(Dhanghyang Wiraga Sandhi) sadarlah Ki Pasek Gobleg, bahwa memang benar apa
yang disampaikan oleh Pendeta. Setelah itu besoknya Ki Pasek Gobleg berangkat ke
Singaraja menyampaikan keinginannya kepada Raja Buleleng, agar sudilah Raja
Buleleng untuk datang ke Desa Tarupinge untuk bertemu dengan Pendeta Dhanghyang
Wiraga Sandhi. Keinginan Ki Pasek Juru diterima oleh Raja Buleleng, dan tibalah
bersama-sama di Desa Tarupinge bertemu dengan Pendeta. Pada pertemuan itu
permintaan Ki Pasek Gobleg (Juru) dengan Raja Buleleng agar sudilah pendeta
tinggal di Desa Tarupinge sebagai pemegang Catur Asrama, semenjak itu maka
terjadilah pemindahan kekuasaan dari Ki Pasek Gobleg kepada Pendeta Dhanghyang
Wiraga Sandhi, atas permintaan Raja Buleleng maka menetaplah Beliau di
Tarupinge (Kayuputih) dan mempunyai wilayah pemerintahan atas pemberian dari
Raja Buleleng (Ki Barak Panji Sakti) yaitu dari Enjung Sanghyang (Kalibukbuk) sampai
ke Desa Gading Wani, dengan wilayah kerja meliputi: Desa Banyuasrep
(Banyuatis), Desa Adi Murda (Munduk), Desa Toya Leng dan Ori (Gesing), Desa
Jombang (Gobleg), Desa Gedang Janur (Busung Biu), Desa Toya Beras (Banyuseri),
Desa Padang Panjang (Pedawa), Desa Side Kerti (Sidetapa), Desa Tunjung Mekar
(Gunung Sari), Desa Giri Suta (Ume Jero), untuk melaksanakan Catur Asrama di
Desa Taru Pinge
Sejarah desa kayuputih ini menarik sekali.
ReplyDeleteSuksma sudah berkunjung
ReplyDelete